Tidak lazim memang menemukan sebuah franchise makanan cepat saji yang berasal dari Korea Selatan di Jakarta ini. Ketika saya mengira-ngira bahwa makanannya tentu tidak jauh dari bulgogi atau Korean barbeque tapi justru yang dibawa adalah ayam goreng!
Kesan modern dengan panel-panel kayu berwarna terang dan ringan, berbagai meja panjang yang bisa menjadi tempat makan bersama-sama with strangers, dan berbagai furniture tidak lazim menjadi simbol baru tentang bagaimana mendesain sebuah restoran fast food. Cukup segar dan unik mengingat banyak restoran cepat saji masih merancang dirinya dengan pakem khas jaman dahulu dan diperbaharui dengan perubahan minor saja.
Dari segi makanan, ternyata BonChon menganut sistem yang sama sekali berbeda dengan ayam goreng Amerika Serikat pada umumnya. Para pembeli diharuskan menunggu beberapa saat agar ayam memang fresh baru digoreng pada saat disajikan. Ini terkait dengan teknik memasak mereka yang menghilangkan lemak menjadikan kulit ayam renyah tapi menjadi tipis.
BonChon memakai bumbu khas Korea yang memadukan soy sauce dengan bawang putih yang menjadikan rasa kulitnya agak manis. Dengan penggorengan langsung saji BonChon tidak menyimpan ayam dalam rak pemanas yang menjadikan ayamnya kering sehingga hal ini mempertahankan bagian dalam ayam tetap segar dan moist.
Konsep penyajiannyapun berbeda. Meskipun tetap menyediakan paket ayam, nasi beserta minuman, originally BonChon mengusung konsep mengkonsumsi ayam lebih terbilang sebagai kudapan sendiri atau beramai-ramai dengan keluarga. Pembeli dapat memilih antara sayap, paha atas, paha bawah atau strips (ayam tanpa tulang) dalam paketan berisi beberapa potong dan kelipatannya. Alternatifnya bisa dipilih juga ikan dory dengan rasa yang sama dengan ayam gorengnya dan tentunya, bulgogi with rice.
Sebetulnya secara keseluruhan BonChon cukup mengundang rasa penasaran saya. Terutama dari rasa ayamnya pun cukup menggiurkan karena citarasanya yang berbeda. Tapi arguably masih belum cukup untuk bisa merubah mindset orang-orang yang telah lama terbiasa dengan citarasa ayam goreng khas Amerika.
Ikan dory sebagai alternatif juga sebetulnya memilki rasa menjanjikan namun pendampingnya yaitu kentang goreng terasa kurang bumbu. Mungkin saja untuk alasan kesehatan atau memang didasari dari resep tradisionalnya dimana BonChon tidak terlalu membumbui layaknya selera Indonesia. Kalau memang mau sesuai selera selalu ada nasi sebagai penggantinya.
Persaingan tentu tidak akan mudah mengingat fast food lain telah bertahan selama puluhan tahun dan telah menanamkan faham yang sudah mendalam di benak banyak orang. Tapi persaingan yang tidak mungkin dipungkiri adalah fakta bahwa siapapun franchise dari luar negeri harus sadar bahwa ayam goreng khas Indonesia yang memiliki rasa gurih ayam yang telah dibumbui dan sambal kecap tetap menjadi primadona baik yang di jalanan maupun restoran lokal di seluruh negeri.
Tidak lazim memang menemukan sebuah franchise makanan cepat saji yang berasal dari Korea Selatan di Jakarta ini. Ketika saya mengira-ngira bahwa makanannya tentu tidak jauh dari bulgogi atau Korean barbeque tapi justru yang dibawa adalah ayam goreng!Kesan modern dengan panel-panel kayu berwarna terang dan ringan, berbagai meja panjang yang bisa menjadi tempat makan bersama-sama with strangers, dan berbagai furniture tidak lazim menjadi simbol baru tentang bagaimana mendesain sebuah restoran fast food. Cukup segar dan unik mengingat banyak restoran cepat saji masih merancang dirinya dengan pakem khas jaman dahulu dan diperbaharui dengan perubahan minor saja.Dari segi makanan, ternyata BonChon menganut sistem yang sama sekali berbeda dengan ayam goreng Amerika Serikat pada umumnya. Para pembeli diharuskan menunggu beberapa saat agar ayam memang fresh baru digoreng pada saat disajikan. Ini terkait dengan teknik memasak mereka yang menghilangkan lemak menjadikan kulit ayam renyah tapi menjadi tipis.BonChon memakai bumbu khas Korea yang memadukan soy sauce dengan bawang putih yang menjadikan rasa kulitnya agak manis. Dengan penggorengan langsung saji BonChon tidak menyimpan ayam dalam rak pemanas yang menjadikan ayamnya kering sehingga hal ini mempertahankan bagian dalam ayam tetap segar dan moist.Konsep penyajiannyapun berbeda. Meskipun tetap menyediakan paket ayam, nasi beserta minuman, originally BonChon mengusung konsep mengkonsumsi ayam lebih terbilang sebagai kudapan sendiri atau beramai-ramai dengan keluarga. Pembeli dapat memilih antara sayap, paha atas, paha bawah atau strips (ayam tanpa tulang) dalam paketan berisi beberapa potong dan kelipatannya. Alternatifnya bisa dipilih juga ikan dory dengan rasa yang sama dengan ayam gorengnya dan tentunya, bulgogi with rice.Sebetulnya secara keseluruhan BonChon cukup mengundang rasa penasaran saya. Terutama dari rasa ayamnya pun cukup menggiurkan karena citarasanya yang berbeda. Tapi arguably masih belum cukup untuk bisa merubah mindset orang-orang yang telah lama terbiasa dengan citarasa ayam goreng khas Amerika.Ikan dory sebagai alternatif juga sebetulnya memilki rasa menjanjikan namun pendampingnya yaitu kentang goreng terasa kurang bumbu. Mungkin saja untuk alasan kesehatan atau memang didasari dari resep tradisionalnya dimana BonChon tidak terlalu membumbui layaknya selera Indonesia. Kalau memang mau sesuai selera selalu ada nasi sebagai penggantinya.Persaingan tentu tidak akan mudah mengingat fast food lain telah bertahan selama puluhan tahun dan telah menanamkan faham yang sudah mendalam di benak banyak orang. Tapi persaingan yang tidak mungkin dipungkiri adalah fakta bahwa siapapun franchise dari luar negeri harus sadar bahwa ayam goreng khas Indonesia yang memiliki rasa gurih ayam yang telah dibumbui dan sambal kecap tetap menjadi primadona baik yang di jalanan maupun restoran lokal di seluruh negeri.
การแปล กรุณารอสักครู่..