7. Waktu dan tempat/alamat pengembalian angket.
8. Penyapainan hasil.
9. Ucapan terima kasih kepada responden.
10. Tanda tangan pengirim.
11. Nama jelas pengirim.
12. Tanggal pengiriman.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan angket atau kuesioner terutama (b) dan(c), peneliti perfu menyilang jawaban responden dengan data yang diperoleh melalui metode lain. Istilahnya, peneliti mengatakan cross-check.
Contoh:
Peneliti mengadakan penelitian tentangkerajinan dan semangt kerja karyawan X. Agar penelitian dapat meraih sejumlah besar responden, peneliti menggunakan angket. Namun karena angket mengandung kelemahan, yakni mungkin jawabannya kurang sesuai dengan keadaan sesungguhnya, peneliti mengguakan teknik lain untuk cross-check.
Secara naluriah, setiap orang ingin tampakbaik. Keinginan ini dicapai dengan menutupi kejelekannya ataumembesar-besarkankebaikannya. Waktu untuk menjawab angket sangat sempit, dan responden tidak takut berbohong kepada peneliti karena hanya berjumpa saat mengisi angket. Dalam berperilaku sehari hari, responden tidak dapat lagi berbohong. Perilakunya dapat disaksikan oleh temannya, maka peneliti dapat bertanya informal kepada teman sejawat untuk cross-check tentang kerajinan dan semangat kerja karyawan X.
Berapakah banyaknya pertanyaan dalam angket atau kuesioner?
Pertanyaan seperti ini sering sekali muncul di benak peneliti. Berapa?
Sedikit, 10? atau banyak, 100? Jawaban untuk pertanyaan tersebut tidak semudah menjawab pertanyaan"sudah makan atau belum? Sebagai pertimbangan pertama adalah:
- Jika pertanyaannya terlalu sedikit, enak bagi pengisi, tetapi tidak mengungkapkan data yang diperlukan oleh peneliti.
- Jika pertanyaannya terlalu banyak, responden pengisi tentu kecapaian, tetapi data yang diperoleh peneliti mungkin memadai. Mengapa masih"mungkin? Karena dapat juga terjadi, jumlah pertanyaan sudah cukup banyak tetapi belum mewakili indikator-indikator variabel yang diteliti secara lengkap dan komprehensif.