Karena Misaka lah, aku bisa sampai sejauh ini. Dia bisa menenangkan kakiku yang terus gemetaran, “menyangga” hatiku yang terus ditimpa oleh beban berat, dan membuatku bisa melawak dengan santainya. Jikalau aku bersama Index, semuanya mungkin akan terlalu fokus pada sihir. Jikalau aku bersama Othinus, semuanya mungkin akan terlalu fokus tentang perihal Dewa Sihir. Dan jika Othinus membuat aku memahami kekuatan Dewa Sihir dengan jelas, itu hanya membuatku semakin putus asa. Ini semua karena Misaka. Aku sanggup bertahan selama ini karena dia lah yang berada di sisiku. Dia menyelamatkan hidupku. Kau ingin agar aku menyuruhnya mundur karena dia mengganggu jalanku? Kau pikir, kau ini siapa!? Kau tidak mengerti apa-apa tentang emosi manusia pada dunia ini, tetapi kau berlagak layaknya dewa yang maha-tahu!!!!!!"
"Heh heh. Berdebatlah dari sudut pandang emosi atau kemauan, sebanyak yang kau inginkan. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa gadis itu, pada kenyataannya, tidak lebih dari suatu beban bagimu. Apakah gadis itu memahami tentang sihir? Sihir saja tidak paham, lantas bagaimana dengan ranah Dewa Sihir? Apa gunanya memelihara seorang gadis yang sudah tertinggal jauh di belakangmu? Sudah cukup berpura-puranya, Kamijou Touma. Kau sudah muak menurunkan “level” pembicaraan agar dia mengerti, bukan? "
"Cara berpikirmu sungguh salah."
Kamijou Touma tidak ragu-ragu, bahkan ketika dia menghadapi lawan yang berada pada level benar-benar berbeda darinya.
Tidak.
Tidak.
"Ini bukan permasalahan berguna atau tidak!"
Misaka Mikoto menyadari kebenaran yang membuatnya semakin pusing.
Bukannya pria itu berada pada tingkatan yang berbeda.
Pada saat ini, Kamijou Touma naik ke suatu “tingkatan” dan meninggalkan Misaka Mikoto jauh di belakang. Namun ini berbeda dari apa yang High Priest tuduhkan. Ini bukan lagi suatu “ketertinggalan” yang menyakitkan seperti tadi.
"Hei, High Priest. Jika aku tidak memiliki seseorang yang harus kulindungi, aku tidak akan pernah mau menjadi seorang pahlawan gila seperti sekarang ini! Dasar kau kakek pikun!!"
Perkataan si pria kali ini bagaikan seorang penyelamat bagi gadis itu.
Tapi ada bagian lain dari perkataan itu yang masih saja tidak bisa diterima oleh si gadis.
"Tarik kembali ucapanmu."
Kamijou Touma mengakui bahwa Misaka Mikoto memang telah tertinggal jauh di belakang. Si pria mengakui akan hal itu, namun di sisi lain, pria itu juga mengakui bahwa dia sanggup bersama si gadis dengan sabar. Pada akhirnya, gadis itu tidak bisa berdiri di “level” yang sama dengannya, dan si gadis juga tidak berusaha untuk memahami kebenaran tentang "Dewa Sihir". Kamijou menganggap Mikoto adalah "seseorang yang membutuhkan perlindungan". Dan Mikoto sangat tidak puas dengan anggapan itu.
"Jadi.... tarik kembali ucapanmu, dasar kau Dewa Sihir sialan!! Jika sekali lagi kau mencemooh orang yang telah menyelamatkan hidupku, aku akan menghajarmu seperti yang kau inginkan!!"
Tapi apa masalahnya?
Apakah itu adalah alasan untuk berhenti?
"Aku tidak peduli jika kau tertutup dengan magma, atau jika kau bersuhu lebih dari seribu derajat! Imagine Breaker? Untuk melawanmu, aku tidak memerlukan benda seperti itu, dan aku juga tidak peduli apakah itu akan bekerja terhadapmu! Aku tidak peduli jika tinjuku akan mencair, atau jika seluruh tubuhku akan terlahap oleh api. Ya, jika kau tidak membungkam mulut najismu itu saat ini juga, aku akan terus menghajarmu sampai kau mau melakukannya!!!!!!"
Bocah itu mengabaikan rencana semula, dan menempatkan hidupnya sendiri dalam bahaya. Setiap kalimat yang diucapkannya menusuk-nusuk dada Mikoto, dan mengisi hati Mikoto dengan emosi yang teramat besar.
Jika si gadis telah tertinggal di belakang, maka ia harus mengumpulkan kekuatan sebanyak-banyaknya dan bergerak maju sekali lagi. Semakin jauh dia tertinggal, maka semakin cepat dia harus berlari untuk menyusul pria itu. Bukankah itu adalah inti dari semua permasalahan ini?
"Aku paham," kata High Priest.
Dan yang paling penting, bukankah gadis itu sudah memutuskan ini sejak awal?
Mikoto sudah memutuskan untuk terus mengejar “ketertinggalan” itu sejak terjadinya insiden di Sargasso, Teluk Tokyo. Dan juga perjalanan ke Denmark, di mana si pria menjadikan seluruh dunia sebagai musuhnya.
"Apakah emosi seperti itu yang menuntun kalian pada kedamaian pikiran? Yaitu kedamaian yang benar-benar kami rindukan."
"Gertakkan gigimu, High Priest. Ini mungkin akan merusak tangan kananku, dan aku mungkin benar-benar akan diamputasi di rumah sakit. Tapi aku rela menukar lenganku dengan wajahmu!! Siapkan dirimu, karena aku akan terus menghajarmu sampai akhirnya kau menyadari kesalahan yang telah kau perbuat!! "
Mikoto telah memutuskan bahwa dia akan bertanya pada Kamijou Touma, tentang apapun yang sudah terjadi di tempat itu, pada saat itu. Dia telah mempersiapkan diri untuk menerimanya, tidak peduli seberapa buruk kebenaran yang tersembunyi di sana.
Bukankah memang itu cara Mikoto untuk “menyusul” pria tersebut?
(Aku akan melakukannya.)
Kalau begitu, ini bukanlah waktunya untuk duduk-duduk dan mengkhawatirkan segalanya.
(Aku bersumpah, aku akan melakukannya.)
Jika dia punya keluhan, dan jika dia memiliki hal-hal yang ingin dikoreksi ...
(Aku akan menyusul dia!!)
Dia harus mulainya dengan mengatakan itu kepadanya!!