“Hey, tidak baik seorang gadis pulang ke rumah sendirian. Apalagi ini sudah malam. Tidak apa-apa, aku antar saja.” Bujuk Dean. Sherin malah pergi menjauh dan memberhentikan taxi, lalu masuk ke dalam taxi tersebut tanpa basa-basi pada Dean. Dean melongo.
Dalam hati, Sherin sangat bersyukur taxi ini datang tepat pada waktunya. Ia tidak mau kalau harus terpaksa di antar oleh Dean. Sebenarnya Dean adalah teman SMA nya. Sherin dan Dean pernah satu kelas ketika kelas tiga. Sherin akui, Dean orang yang baik, meskipun ia tidak pernah berkomunikasi secara pribadi dengannya. Ia tau dari orang-orang terdekat Dean yang bercerita pada Sherin. Lebih tepatnya dari Naya, sahabat Sherin yang menyukai Dean.
Entah alasan apa yang membuat Sherin menjaga jarak dengan Dean, bahkan dengan laki-laki yang lain juga. Sherin merasa kalau ia tak perlu berinteraksi dengan laki-laki manapun. Bahkan Naya, sahabatnya tidak tau alasan Sherin kenapa ia melakukan semua itu.
Ia pun melangkah menuju rumah kost diujung jalan, yang tak lain adalah tempat tinggalnya. Sejak kecil Sherin adalah anak yatim piatu. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Hingga kemudian ia tumbuh menjadi gadis mandiri dan memilih nge-kost ketimbang tinggal bersama kakek neneknya. Ia tidak mau terus menyusahkan mereka.
Ketika sudah di depan pintu kostnya, tiba-tiba ponsel Sherin berbunyi tanda ada telepon. Nomornya di rahasiakan. Ia pun menjawab telepon tersebut sebelum masuk ke dalam kost.
“Halo?” kata Sherin.