“Anak ayah kok gitu, KAYAK preman aja. Memangnya kenapa Senja mukul Rendi.”
“Habis Rendi jahat banget sama Rini, teman sebangku Senja. Masak bukunya Rini dibuang-buang yah. Senja kan gak suka. Makanya Senja pukul Rendi.” Senja mengepalkan tangan kanannya dan seperti seorang petinju ia memukul udara dengan tangan mungilnya itu.
“Senja sayang. Gak boleh gitu. Walaupun orang lain jahat sama kita, kita gak boleh membalasnya dengan kejahatan juga. Kita menganggap mereka itu jahat, tapi kita berbuat seperti mereka. Lalu, apa bedanya kita dengan mereka. Senja mengerti maksud ayah?” Ayah Senja menatap mata Senja. Bola mata berwarna coklat yang indah. Bibir mungil itu hanya manyun saja.