Lelaki itu adalah pahlawan dalam kehidupanku.Aku bisa bernapas,tumbuh dan berkembang semua karena pengorbanannya.Tanpa beliau aku mungkin bukan siapa-siapa.Dia yang selalu memberikan kasih sayang dan selalu rela berkorban apapun demi aku.Mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhanku dan keluarga.Dialah ayahku tercinta.
Aku terlahir dari keluarga yang sederhana.Ayah bekerja sebagai pegawai negeri sipil di sebuah kantor kecamatan dekat dengan tempat tinggalku.Sedangkan ibuku seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus keluarga,memenuhi kewajiban sebagai istri dan ibu bagi kami anak-anaknya.Aku terlahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara.Mempunyai dua orang abang yang selalu menyayangi dan memberikan kasih menambah warna dalam kehidupanku.
Sejak kecil aku dibesarkan dengan kasih sayang dan segenap perhatian dari keluarga ku, khususnya kedua orang tuaku. Hidup dalam kesederhanaan yang mengutamakan agama dan pendidikan membuat aku selalu berpacu mengejar prestasi. Bukan untuk apa-apa hanya keinginan melihat senyum mengembang dari bibir kedua orang tuaku dan mendengar kata “ ayah bangga karena kamu “, hanya itu. Kekuatan kasih memang mampu mengalahkan segalanya. Membuat orang tua bahagia adalah hal yang seharusnya menjadi cita-cita setiap anak.
Ayah selalu berusaha memenuhi kebutuhan kami, anak-anaknya. Upah yang dibayarkan pemerintah untuk jasa ayah sebagai PNS hanya cukup untuk keperluan dapur saja. Bagaimana ayah bisa menyekolahkan kami jika hanya bergantung pada satu penghasilan. Alhasil ayah harus membanting tulang, memeras keringat untuk memenuhi keinginannya menjadikan anaknya sebagai orang-orang yang berpendidikan. Bertani, berdagang, semua kegiatan yang dapat menghasilkan rezeki untuk keluarga selalu dikerjakan ayah.
Jujur saja, aku tak sanggup ketika mata harus melihat ayah sepulang dari kebun. Di temani ibu, akhir pekan selalu menghabiskan waktu untuk bercocok tanam. Ada beberapa jenis tanaman yang memenuhi tanah kebun diantaranya yaitu kopi, cabai dan jeruk. Aku ingin membantu ayah dan ibu merawat tanamannya, tapi ayah selalu melarang. Alasannya karena hari minggu aku di wajibkan untuk belajar sebagai persiapan untuk sekolah esok hari. Yang bisa aku lakukan untuk membantu kedua orang tuaku hanya melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian, menyapu dan membersihkan pekarangan rumah.
Ketika aku masih SMA, ayah selalu menuntutku untuk bisa mendapatkan juara umum di sekolah. Semester pertama saat kelas satu aku mampu mewujudkan keinginan ayah, aku mendapatkan juara umum 1 saat itu. Betapa bangga ayah saat diminta untuk mengambil laporan nilaiku dan menerima bingkisan sebagai hadiah untukku. Melihat senyuman mengembang dari bibirnya aku sangat bersyukur. Tak kuat aku menahan air mata, mengalir di pipi mengingat perjuangan yang ayah lewati demi kebahagiaanku. Tak ada yang bisa aku lakukan selain berterima kasih atas segala yang telah di usahakan ayah dan ibu untukku anaknya.
Tapi semua itu berbanding terbalik saat semester kedua tiba. Aku sangat menyesal telah lalai dalam belajar, aku menyesal telah mengedepankan bermain demi bersenang-senang dengan teman. Yang membuat hasil laporan nilaiku semester itu menurun drastis, aku hanya mendapat juara tingkat kelas, juara umumku tergadai pada teman sekelasku. Yang membuatku semakin sedih adalah ketika ayah tidak marah sama sekali karena hal ini. Ayah masih tetap bisa tersenyum menerima kertas yang menyatakan bahwa aku mengalami penurunan prestasi. Ayah hanya berkata bahwa kedepannya ia ingin aku lebih banyak belajar lagi. Aku malu, malu sekali mendengar kata-kata itu. Dan akupun bertekad untuk bisa merebut kembali juara umum itu.
Syukur aku bisa mengembalikan semua rasa bahagia yang di dapatkan ayah seperti ketika aku semester satu dulu. Mulai dari semester satu di kelas dua aku selalu bisa menjadi juara. Aku bahkan sering mendapat juara di berbagai perlombaan seperti pidato, menulis surat dan cerdas cermat. Hingga pada saat pengumuman ujian nasional aku dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi di sekolah waktu itu. Ayah memelukku dengan erat ketika ia mendengar kabar itu. Bukan bangga karena aku bisa menjadi yang terbaik di sekolah, tapi karena ia telah melepas kekhawatirannya atas kelulusanku. Memang waktu itu ujian nasional adalah hal yang sangat di takutkan para orang tua. Betapa tidak, bersekolah selama tiga tahun kelulusan hanya di tentukan dalam waktu tiga hari.
Hingga saat ini aku telah duduk di salah satu perguruan tinggi negeri sebagai seorang mahasiswa. Semuanya kudapatkan tidak terlepas dari dukungan, kasih sayang dan perjuangan kedua orang tuaku. Terutama ayah yang telah bersusah payah mencari rezeki untuk bisa menyekolahkan aku. Tak banyak yang dapat aku lakukan untuknya. Hanya doa dan sedikit prestasi yang bisa ku persembahkan padanya. Entah apa yang akan terjadi nanti. Mampukah aku memenuhi setiap inginnya, seperti halnya ia memenuhi setiap inginku. Melihat begitu banyak badai yang menghalangi setiap jalanku, aku terkadang merasa ragu. Mampukah aku, mampukah aku membahagiakan kedua orangtuaku. Ketika banyak kerikil yang membentang di jalan yang aku ingin lewati untuk mencapai tujuanku, bisakah aku melangkahkan kaki untuk tetap memantapkan niat yang sudah kokoh berdiri di hati.
Tuhan …. Hanya kepadamu aku bersandar menyerahkan semua yang akan terjadi. Biarlah angin dan hujan turun, karena aku yakin Engkau akan menampakkan pelangi. Biarlah panas menyengat membakar kulit ini karena aku tahu Engkau yang Maha segalanya akan menyejukkanku dengan kuasaMu. Tuhan aku ingin menitipkan kedua orangtuaku padaMu, jagalah keduanya karena aku tahu tiada yang lebih mampu menjaga dengan baik selain Engkau. Sampaikanlah rasa sayangku pada beliau sebagai anak yang selalu ingin berbakti dan sampaikan pulalah permintaan maafku karena terlalu sering aku menyakiti keduanya. Sampaikanlah aku ke tujuanku untuk bisa memberikan kebahagiaan di hati beliau, untuk bisa menggoreskan senyum dibibir keduanya. Aku mencintaimu Ayah dan Ibuku ….
คนเป็นฮีโร่ในชีวิตของฉัน ฉันสามารถหายใจ เจริญเติบโต และพัฒนาทั้งหมดเนื่องจากการเสียสละของเขา ไม่ มีเขา ฉันอาจไม่ไม่มีใคร เขาที่เสมอจิตและยินดีจะเสียสละอะไรเพื่อผมเสมอ หาบวงสรวงเพื่อตอบสนอง kebutuhanku และครอบครัว เขารักพ่อผมเกิดครอบครัวพัก พ่อทำงานเป็นเป็นข้าราชการในสำนักงานตำบลใกล้กับ tinggalku ในขณะที่แม่เป็นแม่บ้านที่จะดูแลในทุกวันของครอบครัว การตอบสนองภาระหน้าที่เป็นภรรยาและแม่ของเด็ก เกิดเป็นคนสุดท้องของสามพี่น้อง มีสองพี่ชายที่รัก และให้ความรักที่เพิ่มสีในชีวิตเสมอตั้งแต่วัยเด็ก ฉันขึ้นกับจิตและการเอาใจใส่จากครอบครัว โดยเฉพาะอย่างยิ่งพ่อแม่ของฉัน ฉันเสมออยู่ในความเรียบง่ายที่จัดลำดับความสำคัญของการศึกษาและศาสนาให้วิ่งแสวงหาความสำเร็จ สำหรับความปรารถนาเห็นรอยยิ้มของทั้งสองริมฝีปากพองพ่อ และได้ยินคำว่า "พ่อภูมิใจคุณ" ซึ่งมันมีอะไรไม่ พลังของความรักแท้สามารถชนะทุกอย่างได้ ทำให้ครอบครัวมีความสุขเป็นสิ่งที่ควรเป็นเป้าหมายของเด็กทุกคนAyah selalu berusaha memenuhi kebutuhan kami, anak-anaknya. Upah yang dibayarkan pemerintah untuk jasa ayah sebagai PNS hanya cukup untuk keperluan dapur saja. Bagaimana ayah bisa menyekolahkan kami jika hanya bergantung pada satu penghasilan. Alhasil ayah harus membanting tulang, memeras keringat untuk memenuhi keinginannya menjadikan anaknya sebagai orang-orang yang berpendidikan. Bertani, berdagang, semua kegiatan yang dapat menghasilkan rezeki untuk keluarga selalu dikerjakan ayah. Jujur saja, aku tak sanggup ketika mata harus melihat ayah sepulang dari kebun. Di temani ibu, akhir pekan selalu menghabiskan waktu untuk bercocok tanam. Ada beberapa jenis tanaman yang memenuhi tanah kebun diantaranya yaitu kopi, cabai dan jeruk. Aku ingin membantu ayah dan ibu merawat tanamannya, tapi ayah selalu melarang. Alasannya karena hari minggu aku di wajibkan untuk belajar sebagai persiapan untuk sekolah esok hari. Yang bisa aku lakukan untuk membantu kedua orang tuaku hanya melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian, menyapu dan membersihkan pekarangan rumah. Ketika aku masih SMA, ayah selalu menuntutku untuk bisa mendapatkan juara umum di sekolah. Semester pertama saat kelas satu aku mampu mewujudkan keinginan ayah, aku mendapatkan juara umum 1 saat itu. Betapa bangga ayah saat diminta untuk mengambil laporan nilaiku dan menerima bingkisan sebagai hadiah untukku. Melihat senyuman mengembang dari bibirnya aku sangat bersyukur. Tak kuat aku menahan air mata, mengalir di pipi mengingat perjuangan yang ayah lewati demi kebahagiaanku. Tak ada yang bisa aku lakukan selain berterima kasih atas segala yang telah di usahakan ayah dan ibu untukku anaknya.Tapi semua itu berbanding terbalik saat semester kedua tiba. Aku sangat menyesal telah lalai dalam belajar, aku menyesal telah mengedepankan bermain demi bersenang-senang dengan teman. Yang membuat hasil laporan nilaiku semester itu menurun drastis, aku hanya mendapat juara tingkat kelas, juara umumku tergadai pada teman sekelasku. Yang membuatku semakin sedih adalah ketika ayah tidak marah sama sekali karena hal ini. Ayah masih tetap bisa tersenyum menerima kertas yang menyatakan bahwa aku mengalami penurunan prestasi. Ayah hanya berkata bahwa kedepannya ia ingin aku lebih banyak belajar lagi. Aku malu, malu sekali mendengar kata-kata itu. Dan akupun bertekad untuk bisa merebut kembali juara umum itu.Syukur aku bisa mengembalikan semua rasa bahagia yang di dapatkan ayah seperti ketika aku semester satu dulu. Mulai dari semester satu di kelas dua aku selalu bisa menjadi juara. Aku bahkan sering mendapat juara di berbagai perlombaan seperti pidato, menulis surat dan cerdas cermat. Hingga pada saat pengumuman ujian nasional aku dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi di sekolah waktu itu. Ayah memelukku dengan erat ketika ia mendengar kabar itu. Bukan bangga karena aku bisa menjadi yang terbaik di sekolah, tapi karena ia telah melepas kekhawatirannya atas kelulusanku. Memang waktu itu ujian nasional adalah hal yang sangat di takutkan para orang tua. Betapa tidak, bersekolah selama tiga tahun kelulusan hanya di tentukan dalam waktu tiga hari.Hingga saat ini aku telah duduk di salah satu perguruan tinggi negeri sebagai seorang mahasiswa. Semuanya kudapatkan tidak terlepas dari dukungan, kasih sayang dan perjuangan kedua orang tuaku. Terutama ayah yang telah bersusah payah mencari rezeki untuk bisa menyekolahkan aku. Tak banyak yang dapat aku lakukan untuknya. Hanya doa dan sedikit prestasi yang bisa ku persembahkan padanya. Entah apa yang akan terjadi nanti. Mampukah aku memenuhi setiap inginnya, seperti halnya ia memenuhi setiap inginku. Melihat begitu banyak badai yang menghalangi setiap jalanku, aku terkadang merasa ragu. Mampukah aku, mampukah aku membahagiakan kedua orangtuaku. Ketika banyak kerikil yang membentang di jalan yang aku ingin lewati untuk mencapai tujuanku, bisakah aku melangkahkan kaki untuk tetap memantapkan niat yang sudah kokoh berdiri di hati. Tuhan …. Hanya kepadamu aku bersandar menyerahkan semua yang akan terjadi. Biarlah angin dan hujan turun, karena aku yakin Engkau akan menampakkan pelangi. Biarlah panas menyengat membakar kulit ini karena aku tahu Engkau yang Maha segalanya akan menyejukkanku dengan kuasaMu. Tuhan aku ingin menitipkan kedua orangtuaku padaMu, jagalah keduanya karena aku tahu tiada yang lebih mampu menjaga dengan baik selain Engkau. Sampaikanlah rasa sayangku pada beliau sebagai anak yang selalu ingin berbakti dan sampaikan pulalah permintaan maafku karena terlalu sering aku menyakiti keduanya. Sampaikanlah aku ke tujuanku untuk bisa memberikan kebahagiaan di hati beliau, untuk bisa menggoreskan senyum dibibir keduanya. Aku mencintaimu Ayah dan Ibuku ….
การแปล กรุณารอสักครู่..