Aminah Assilmi, wanita asal Amerika. Dia seorang mantan feminis radikal dan dari Oklahoma, mempelajari al-Quran, hadis, dan lima belas buku lainnya tentang Islam dalam upaya untuk mengubah orang-orang kafir (baca: kisah muallaf).
Aminah Assilmi menceritakan pengalamannya tergugah memeluk Islam. Saat pergi ke Oklahoma untuk mengurus bisnis keluarga. Dia tak menyangka, urusan itu bakal lama, sehingga harus meninggalkan kegiatan rutinnya sebagai pengajar, dan akhirnya membuka kelas baru di tempat itu. Kelas yang digarap ternyata mengharuskan pertemuan dengan banyak orang. Saat berada dalam ruangan kelas barunya, dia terkejut karena bersama dengan keturunan “Arab”. Tak ada pikiran lain, kecuali kebencian terhadap mereka.Di dalam kelas, Aminah kerap menjelaskan bagaimana Tuhan (dalam penjelasannya, tuhan selain Allah) mengasihi mereka dan telah mati di kayu salib untuk menyelamatkan mereka dari dosa-dosa mereka. Mereka harus menerima itu sebagai keimanan ke dalam hati mereka.
Dia tak menyangka, kelas yang didominasi keturunan Arab itu, sangat sopan, dan Aminah tak mengubah pendirian mereka sebagai muslim. Waktu itu, Aminah Assilmi memutuskan untuk membaca buku mereka sendiri untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Islam adalah agama palsu dan Muhammad adalah Tuhan palsu.
Hingga, salah satu siswa juga memberikan salinan al-Quran dan buku lain tentang Islam. Tak ada pilihan waktu itu selain meneliti salinan pemberian itu. Dengan keyakinan, Aminah merasa akan menemukan kesalahan dalam kitab suci al-Quran dengan cepat. Sampai kemudian dia harus membaca 15 buku lain, Sahih Muslim, dan beberapa kitab hadis.
Satu hari, terdengar ketukan di pintu. Assilmi membuka pintu dan melihat seorang pria dalam gaun malam putih panjang dengan taplak meja kotak-kotak merah dan putih di kepalanya. Ia ditemani tiga orang dengan baju mirip piyama. Ini pertama kali Aminah melihat gaun budaya mereka. “Wanita macam apa yang mereka?” Pikirnya
Salah seorang dari mereka bernama, Syaikh Abdul-Aziz, dan dengan sangat sabar dan mendiskusikan setiap pertanyaan dengan saya. Dia tidak pernah membuat perasaanku merasa konyol. Saat dia bertanya apakah saya percaya hanya ada satu Tuhan? Dan aku berkata ya. Lalu ia bertanya apakah saya percaya Muhammad adalah Rasul-Nya. Sekali lagi aku berkata ya. Dia mengatakan kepada saya bahwa saya sudah Muslim. Padahal jawaban itu aku buat, hanya untuk mencoba memahami Islam. Dalam diri aku berpikir: Aku tidak bisa menjadi seorang Muslim saya Amerika kulit putih ! Apa yang suamiku katakan nantinya.
Kami terus berbicara. Kemudian, ia menjelaskan bahwa mencapai pengetahuan dan pemahaman tentang spiritualitas adalah sedikit seperti naik tangga. Jika Anda memanjat tangga dan mencoba untuk melewati beberapa anak tangga, ada bahaya jatuh. Syahadat (Kesaksian Iman) hanya langkah pertama, masih banyak tangga berikutnya.