Laki-laki Pemanggul GoniOleh: Budi DarmaSetiap kali akan sembahyang, s การแปล - Laki-laki Pemanggul GoniOleh: Budi DarmaSetiap kali akan sembahyang, s ไทย วิธีการพูด

Laki-laki Pemanggul GoniOleh: Budi

Laki-laki Pemanggul Goni
Oleh: Budi Darma
Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.
Tidak tergantung apakah fajar, tengah hari, sore, senja, malam, ataupun selepas tengah malam, mata laki-laki pemanggul goni selalu menyala-nyala bagaikan mata kucing di malam hari, dan selalu memancarkan hasrat besar untuk menghancurkan.
Tubuh laki-laki pemanggul goni tidak besar, tidak juga kecil, dan tidak tinggi namun juga tidak pendek, sementara goni yang dipanggulnya selamanya tampak berat, entah apa isinya. Pada waktu sepi, laki-laki pemanggul goni pasti berdiri di tengah jalan, dan pada waktu jalan ramai, pasti laki-laki pemanggul goni berdiri di trotoir, tidak jauh dari semak-semak, yang kalau sepi dan angin sedang kencang selalu mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat menyayat hati.
Beberapa kali terjadi, ketika jalan sedang ramai dan laki-laki pemanggul goni menembakkan mata kepadanya, Karmain dengan tergesa-gesa turun, lalu mendekati semak-semak dekat trotoir, tetapi laki-laki pemanggul goni pasti sudah tidak ada lagi. Dan ketika Karmain bertanya kepada beberapa orang apakah mereka tadi melihat ada seorang laki-laki pemanggul goni, mereka menggeleng.
Apabila hari masih terang, beberapa kali laki-laki pemanggul goni membaur dengan orang-orang yang sedang menunggu bus, sambil menembakkan matanya ke arah Karmain. Tapi, ketika Karmain tiba di tempat orang-orang yang menunggu bus, laki-laki pemanggul goni sudah tidak ada, dan orang-orang pasti menggelengkan kepala apabila mereka ditanya apakah tadi mereka menyaksikan ada laki-laki pemanggul goni.
Pada suatu hari, ketika hari sudah melewati tengah malam dan Karmain sudah bangun lalu membersihkan tubuh untuk sembahyang, korden jendela seolah-olah terkena angin dan menyingkap dengan sendirinya. Maka Karmain pun bergegas mendekati jendela, dan menyaksikan di bawah sana, di tengah-tengah jalan besar, laki-laki pemanggul goni berdiri membungkuk mungkin karena goninya terlalu berat, sambil menembakkan matanya ke arah dirinya. Kendati lampu jalan tidak begitu terang, tampak dengan jelas wajah laki-laki pemanggul goni menyiratkan rasa amarah, dan menantang Karmain untuk turun ke bawah.
Karena sudah terbiasa menyaksikan laki-laki pemanggul goni bertingkah, dengan lembut Karmain berkata: ”Wahai, laki-laki pemanggul goni, mengapakah kau tidak naik saja, dan ikut bersembahyang bersama saya.” Kendati jarak antara jendela di lantai sembilan dan jalan besar di bawah sana cukup jauh, tampak laki-laki pemanggul goni mendengar ajakan lembut Karmain. Wajah laki-laki pemanggul goni tampak berkerut-kerut marah, dan matanya makin tajam, makin menyala, dan makin mengancam.
”Baiklah, laki-laki pemanggul goni, kalau kau tak sudi naik dan sembahyang bersama saya, tunggulah saya di bawah. Saya akan sembahyang dulu. Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali. Itulah sembahyang subuh. Tengah hari sembahyang satu kali. Itulah sembahyang lohor. Sore satu kali, itulah sembahyang ashar. Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali. Itulah sembahyang isya. Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud. Dan kamu selalu mengawasi saya, seolah-olah kamu tidak tahu apa yang patut aku lakukan dan apa yang tidak patut aku lakukan.”
Dengan tenang Karmain menutup korden, namun karena sekonyong-konyong angin bertiup keras, korden menyingkap kembali. Laki-laki pemanggul goni tetap berdiri di tengah jalan, tetap menampakkan wajah penuh kerut menandakan kemarahan besar, dan tetap menembakkan matanya dengan nyala mengancam. Di sebelah sana, dekat trotoir di sebelah sana, semak-semak bergoyang-goyang keras tertimpa angin, dan mengirimkan bunyi-bunyi yang benar-benar menyayat hati.
Karmain melayangkan pandangannya ke depan, ke gugusan apartemen-apartemen besar, dan tampaklah semua lampu di apartemen sudah padam, sejak beberapa jam yang lalu. Lampu yang masih menyala hanyalah lampu-lampu di gang-gang yang menghubungkan apartemen-apartemen itu, sementara lampu merah di tiang tinggi di sebelah sana itu, berkedip-kedip seperti biasa, seperti biasa menjelang hari menjadi gelap, atau mendung, atau hujan lebat.
Seperti biasa pula, lampu di tempat pemberhentian bus menyala, sebetulnya terang, tetapi tampak redup. Selebihnya sepi, kecuali angin yang tetap menderu-deru. Karmain pindah ke kamar lain, yang korden jendelanya ternyata juga terbuka, kemudian melihat jauh ke sana. Di sana itu, ada laut, dan meskipun gelap, terasa benar bahwa laut benar-benar sedang gelisah.
Sembahyang selesailah, lalu Karmain mendekati jendela, dan laki-laki pemanggul goni masih di sana, masih menunjukkan wajah marah, masih menembakkan pandangan mengancam. Maka Karmain turunlah. Dan ketika Karmain tiba di tepi jalan, laki-laki pemanggul goni tidak ada. Angin masih bertiup keras. Seekor anjing hitam, besar dan tinggi tubuhnya, mengawasi Karmain sekejap, kemudian menyeberang jalan, dan di tengah jalan berhenti lagi sebentar, mengawasi Karmain lagi, lalu lari ke arah kegelapan. Lalu terdengar lolongan-lolongan anjing, lolongan kesakitan, lolongan pada saat-saat meregang nyawa.
Dulu, ketika masih kecil, Karmain bersahabat karib dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan. Dan di kampung Burikan tidak ada satu orang pun yang memelihara anjing, dan anjing dari kampung-kampung lain pun tidak pernah berkeliaran di kampung Burikan. Terceritalah, ketika mereka sedang berjalan-jalan di kampung Barongan, mereka tertarik untuk mencuri buah mangga di pekarangan rumah seseorang yang terkenal karena anjingnya sangat galak. Belum sempat mereka memanjat pohon mangga, dengan sangat mendadak ada seekor anjing hitam, tinggi dan besar tubuhnya, menyalak-nyalak ganas, kemudian mengejar mereka.
Sebulan kemudian, anjing hitam bertubuh tinggi dan besar mati, setelah terperangkap oleh racun hasil ramuan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani.
Karmain menunggu beberapa saat, sambil berkata lembut dan perlahan-lahan: ”Wahai, laki-laki pemanggul goni, di manakah kau sekarang. Marilah kita bertemu, dan berbicara.”
Karena tidak ada kejadian apa-apa lagi, Karmain berjalan menuju semak-semak, dan, meskipun tiupan angin sudah meredup, semak-semak masih bergerak-gerak, menciptakan bunyi-bunyi yang menyayat hati.
Karmain kembali ke lantai sembilan, masuk ke dalam apartemen, kemudian mencari berkas-berkas lama yang sudah lama tidak ditengoknya. Setelah membuka-buka sana dan sini, Karmain menemukan album lama. Ada foto ibunya ketika masih muda, seorang janda yang ditinggal oleh suaminya karena pada hari raya Idul Adha, suaminya tertembak ketika sedang berburu babi hutan bersama teman-temannya di hutan Medaeng. Ada lima pemburu, termasuk dia, ayah Karmain. Mereka berlima masuk hutan bersama-sama, kemudian melihat seekor babi hutan berlari kencang, menabrak beberapa semak-semak. Untuk mengejar babi hutan itu, mereka berpisah, masing-masing lari ke berbagai arah. Siapa di antara empat temannya yang dengan tidak sengaja menembak ayah Karmain, atau justru dengan sengaja menembaknya, tidak ada yang tahu.
Karmain terpaku pada foto ibunya sampai lama, kemudian, tanpa sadar, dia terisak-isak. Dulu ibunya pernah bercerita, bahwa pada waktu-waktu tertentu akan ada laki-laki pemanggul goni, mengunjungi orang-orang berdosa. Pekerjaan laki-laki pemanggul goni adalah mencabut nyawa, kemudian memasukkan nyawa korbannya ke dalam goni. Ibunya juga bercerita, beberapa hari sebelum suaminya tertembak, pada tengah malam laki-laki pemanggul goni datang, mengetuk-ngetuk pintu, kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak.
”Pada hari Idul Adha,” kata ibu Karmain dahulu, sebelum ayahnya pergi berburu. ”Tuhan menguji kesetiaan Nabi Ibrahim. Anaknya, Ismail, harus disembelih oleh ayahnya, oleh Nabi Ibrahim sendiri.”
Karmain tertidur, dan ketika terbangun, waktu sembahyang fajar sudah tiba. Dan setelah Karmain membersihkan tubuh, siap untuk sembahyang, korden jendela menyingkap lagi. Laki-laki pemanggul goni berdiri di tengah jalan lagi, wajahnya menunjukkan kemarahan lagi, dan matanya menyala-nyala, menantang lagi.
”Baiklah, laki-laki pemanggul goni, harap kamu jangan lari lagi.”
Dengan sangat tergesa-gesa Karmain turun, langsung ke pinggir jalan, dan laki-laki pemanggul goni sudah tidak ada.
Ketika Karmain tiba kembali di apartemennya, ternyata laki-laki pemanggul goni sudah ada di dalam, duduk di atas sajadah, melantunkan ayat-ayat suci, sementara goninya terletak di sampingnya.
Setelah selesai berdoa, tanpa memandang Karmain, laki-laki pemanggul goni berkata lembut: ”Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting. Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur. Bahwa kamu tidak mau kembali ke tanah airmu, bukan masalah penting. Tapi mengapa kamu tidak pernah lagi berpikir tentang makam ayahmu? Tidak pernah berpikir lagi tentang makam ibumu. Makam orangtuamu sudah lama rusak, tidak terawat, tanahnya tenggelam tergerus oleh banjir setiap kali hujan datang, dan kamu tidak pernah peduli.”
Laki-laki pemanggul goni berhenti sebentar, kemudian bertanya:
”Apakah kamu beserta sahabat-sahabatmu, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, pernah tersesat di hutan Gunung Muria?”
”Ya.”
”Tahukah kamu ke mana sahabat-sahabatmu itu pergi?”
”Tidak.”
”Mereka saya ambil. Saya tahu, kalau mereka tidak saya ambil, pada suatu saat kelak dunia akan gaduh. Gaduh karena, kalau tetap hidup, mereka akan mengacau, membunuh, dan menyebarkan nafsu besar untuk berbuat dosa. Saya tidak mengambil kamu karena kasihan. Kamu habis
0/5000
จาก: -
เป็น: -
ผลลัพธ์ (ไทย) 1: [สำเนา]
คัดลอก!
พื้นที่คนชายโดย: Budi ดาร์มาแต่ละครั้งจะอธิษฐาน ก่อนกลิ้งออกเสื่อละหมาดละหมาด Karmain วาดในเสมอ โดยความแข็งแกร่งมหาศาลเข้าหน้าต่างเปิดหน่อย ๆ kordennya และ peered ตั้งแต่อพาร์ทเมนท์ของเขามาก ชั้น 9 ชมคนยิงคนพื้นที่ดวงตาต่อตาของเธอไม่ขึ้นอยู่กับว่ารุ่งเช้า เที่ยง บ่าย เย็น กลาง คืน หรือ หลังเที่ยง คืน พื้นที่คนชายตาโชนเสมอเช่นตาของแมว ในเวลากลางคืน และเสมอสิ่งปรารถนาที่จะทำลายผมคนพื้นที่ไม่ใหญ่ ไม่ มาก และไม่สูง แต่ไม่ สั้นเกินไป ขณะที่ปอ dipanggulnya ใดตลอดมีลักษณะหนา เพียงเนื้อหา เวลา goni คนชายแน่นอนยืนกลางถนน และเวลาสัญจร ยืนพื้นที่แน่นอนชายคนที่ trotoir ไม่จากพุ่มไม้ ที่เหงาและลมให้ กำลังเสมอพักเสียงสะเทือนบางครั้งมันเกิดขึ้น เมื่อถนนที่แออัด และชาย คนพื้นที่ยิงเขา ตา Karmain รีบลง แล้วประดับพุ่มไม้ใกล้ trotoir แต่ชายคนพื้นที่จะได้ไม่ และเมื่อ Karmain ถามบางคนว่าพวกเขาล่าสุดดู มีคนหญิงพื้นที่ พวกเขาจับหัวของเขาApabila hari masih terang, beberapa kali laki-laki pemanggul goni membaur dengan orang-orang yang sedang menunggu bus, sambil menembakkan matanya ke arah Karmain. Tapi, ketika Karmain tiba di tempat orang-orang yang menunggu bus, laki-laki pemanggul goni sudah tidak ada, dan orang-orang pasti menggelengkan kepala apabila mereka ditanya apakah tadi mereka menyaksikan ada laki-laki pemanggul goni.Pada suatu hari, ketika hari sudah melewati tengah malam dan Karmain sudah bangun lalu membersihkan tubuh untuk sembahyang, korden jendela seolah-olah terkena angin dan menyingkap dengan sendirinya. Maka Karmain pun bergegas mendekati jendela, dan menyaksikan di bawah sana, di tengah-tengah jalan besar, laki-laki pemanggul goni berdiri membungkuk mungkin karena goninya terlalu berat, sambil menembakkan matanya ke arah dirinya. Kendati lampu jalan tidak begitu terang, tampak dengan jelas wajah laki-laki pemanggul goni menyiratkan rasa amarah, dan menantang Karmain untuk turun ke bawah.Karena sudah terbiasa menyaksikan laki-laki pemanggul goni bertingkah, dengan lembut Karmain berkata: ”Wahai, laki-laki pemanggul goni, mengapakah kau tidak naik saja, dan ikut bersembahyang bersama saya.” Kendati jarak antara jendela di lantai sembilan dan jalan besar di bawah sana cukup jauh, tampak laki-laki pemanggul goni mendengar ajakan lembut Karmain. Wajah laki-laki pemanggul goni tampak berkerut-kerut marah, dan matanya makin tajam, makin menyala, dan makin mengancam.”Baiklah, laki-laki pemanggul goni, kalau kau tak sudi naik dan sembahyang bersama saya, tunggulah saya di bawah. Saya akan sembahyang dulu. Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali. Itulah sembahyang subuh. Tengah hari sembahyang satu kali. Itulah sembahyang lohor. Sore satu kali, itulah sembahyang ashar. Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali. Itulah sembahyang isya. Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud. Dan kamu selalu mengawasi saya, seolah-olah kamu tidak tahu apa yang patut aku lakukan dan apa yang tidak patut aku lakukan.”Dengan tenang Karmain menutup korden, namun karena sekonyong-konyong angin bertiup keras, korden menyingkap kembali. Laki-laki pemanggul goni tetap berdiri di tengah jalan, tetap menampakkan wajah penuh kerut menandakan kemarahan besar, dan tetap menembakkan matanya dengan nyala mengancam. Di sebelah sana, dekat trotoir di sebelah sana, semak-semak bergoyang-goyang keras tertimpa angin, dan mengirimkan bunyi-bunyi yang benar-benar menyayat hati.Karmain melayangkan pandangannya ke depan, ke gugusan apartemen-apartemen besar, dan tampaklah semua lampu di apartemen sudah padam, sejak beberapa jam yang lalu. Lampu yang masih menyala hanyalah lampu-lampu di gang-gang yang menghubungkan apartemen-apartemen itu, sementara lampu merah di tiang tinggi di sebelah sana itu, berkedip-kedip seperti biasa, seperti biasa menjelang hari menjadi gelap, atau mendung, atau hujan lebat.Seperti biasa pula, lampu di tempat pemberhentian bus menyala, sebetulnya terang, tetapi tampak redup. Selebihnya sepi, kecuali angin yang tetap menderu-deru. Karmain pindah ke kamar lain, yang korden jendelanya ternyata juga terbuka, kemudian melihat jauh ke sana. Di sana itu, ada laut, dan meskipun gelap, terasa benar bahwa laut benar-benar sedang gelisah.Sembahyang selesailah, lalu Karmain mendekati jendela, dan laki-laki pemanggul goni masih di sana, masih menunjukkan wajah marah, masih menembakkan pandangan mengancam. Maka Karmain turunlah. Dan ketika Karmain tiba di tepi jalan, laki-laki pemanggul goni tidak ada. Angin masih bertiup keras. Seekor anjing hitam, besar dan tinggi tubuhnya, mengawasi Karmain sekejap, kemudian menyeberang jalan, dan di tengah jalan berhenti lagi sebentar, mengawasi Karmain lagi, lalu lari ke arah kegelapan. Lalu terdengar lolongan-lolongan anjing, lolongan kesakitan, lolongan pada saat-saat meregang nyawa.Dulu, ketika masih kecil, Karmain bersahabat karib dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan. Dan di kampung Burikan tidak ada satu orang pun yang memelihara anjing, dan anjing dari kampung-kampung lain pun tidak pernah berkeliaran di kampung Burikan. Terceritalah, ketika mereka sedang berjalan-jalan di kampung Barongan, mereka tertarik untuk mencuri buah mangga di pekarangan rumah seseorang yang terkenal karena anjingnya sangat galak. Belum sempat mereka memanjat pohon mangga, dengan sangat mendadak ada seekor anjing hitam, tinggi dan besar tubuhnya, menyalak-nyalak ganas, kemudian mengejar mereka.Sebulan kemudian, anjing hitam bertubuh tinggi dan besar mati, setelah terperangkap oleh racun hasil ramuan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani.Karmain menunggu beberapa saat, sambil berkata lembut dan perlahan-lahan: ”Wahai, laki-laki pemanggul goni, di manakah kau sekarang. Marilah kita bertemu, dan berbicara.”Karena tidak ada kejadian apa-apa lagi, Karmain berjalan menuju semak-semak, dan, meskipun tiupan angin sudah meredup, semak-semak masih bergerak-gerak, menciptakan bunyi-bunyi yang menyayat hati.Karmain kembali ke lantai sembilan, masuk ke dalam apartemen, kemudian mencari berkas-berkas lama yang sudah lama tidak ditengoknya. Setelah membuka-buka sana dan sini, Karmain menemukan album lama. Ada foto ibunya ketika masih muda, seorang janda yang ditinggal oleh suaminya karena pada hari raya Idul Adha, suaminya tertembak ketika sedang berburu babi hutan bersama teman-temannya di hutan Medaeng. Ada lima pemburu, termasuk dia, ayah Karmain. Mereka berlima masuk hutan bersama-sama, kemudian melihat seekor babi hutan berlari kencang, menabrak beberapa semak-semak. Untuk mengejar babi hutan itu, mereka berpisah, masing-masing lari ke berbagai arah. Siapa di antara empat temannya yang dengan tidak sengaja menembak ayah Karmain, atau justru dengan sengaja menembaknya, tidak ada yang tahu.Karmain terpaku pada foto ibunya sampai lama, kemudian, tanpa sadar, dia terisak-isak. Dulu ibunya pernah bercerita, bahwa pada waktu-waktu tertentu akan ada laki-laki pemanggul goni, mengunjungi orang-orang berdosa. Pekerjaan laki-laki pemanggul goni adalah mencabut nyawa, kemudian memasukkan nyawa korbannya ke dalam goni. Ibunya juga bercerita, beberapa hari sebelum suaminya tertembak, pada tengah malam laki-laki pemanggul goni datang, mengetuk-ngetuk pintu, kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak.
”Pada hari Idul Adha,” kata ibu Karmain dahulu, sebelum ayahnya pergi berburu. ”Tuhan menguji kesetiaan Nabi Ibrahim. Anaknya, Ismail, harus disembelih oleh ayahnya, oleh Nabi Ibrahim sendiri.”
Karmain tertidur, dan ketika terbangun, waktu sembahyang fajar sudah tiba. Dan setelah Karmain membersihkan tubuh, siap untuk sembahyang, korden jendela menyingkap lagi. Laki-laki pemanggul goni berdiri di tengah jalan lagi, wajahnya menunjukkan kemarahan lagi, dan matanya menyala-nyala, menantang lagi.
”Baiklah, laki-laki pemanggul goni, harap kamu jangan lari lagi.”
Dengan sangat tergesa-gesa Karmain turun, langsung ke pinggir jalan, dan laki-laki pemanggul goni sudah tidak ada.
Ketika Karmain tiba kembali di apartemennya, ternyata laki-laki pemanggul goni sudah ada di dalam, duduk di atas sajadah, melantunkan ayat-ayat suci, sementara goninya terletak di sampingnya.
Setelah selesai berdoa, tanpa memandang Karmain, laki-laki pemanggul goni berkata lembut: ”Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting. Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur. Bahwa kamu tidak mau kembali ke tanah airmu, bukan masalah penting. Tapi mengapa kamu tidak pernah lagi berpikir tentang makam ayahmu? Tidak pernah berpikir lagi tentang makam ibumu. Makam orangtuamu sudah lama rusak, tidak terawat, tanahnya tenggelam tergerus oleh banjir setiap kali hujan datang, dan kamu tidak pernah peduli.”
Laki-laki pemanggul goni berhenti sebentar, kemudian bertanya:
”Apakah kamu beserta sahabat-sahabatmu, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, pernah tersesat di hutan Gunung Muria?”
”Ya.”
”Tahukah kamu ke mana sahabat-sahabatmu itu pergi?”
”Tidak.”
”Mereka saya ambil. Saya tahu, kalau mereka tidak saya ambil, pada suatu saat kelak dunia akan gaduh. Gaduh karena, kalau tetap hidup, mereka akan mengacau, membunuh, dan menyebarkan nafsu besar untuk berbuat dosa. Saya tidak mengambil kamu karena kasihan. Kamu habis
การแปล กรุณารอสักครู่..
 
ภาษาอื่น ๆ
การสนับสนุนเครื่องมือแปลภาษา: กรีก, กันนาดา, กาลิเชียน, คลิงออน, คอร์สิกา, คาซัค, คาตาลัน, คินยารวันดา, คีร์กิซ, คุชราต, จอร์เจีย, จีน, จีนดั้งเดิม, ชวา, ชิเชวา, ซามัว, ซีบัวโน, ซุนดา, ซูลู, ญี่ปุ่น, ดัตช์, ตรวจหาภาษา, ตุรกี, ทมิฬ, ทาจิก, ทาทาร์, นอร์เวย์, บอสเนีย, บัลแกเรีย, บาสก์, ปัญจาป, ฝรั่งเศส, พาชตู, ฟริเชียน, ฟินแลนด์, ฟิลิปปินส์, ภาษาอินโดนีเซี, มองโกเลีย, มัลทีส, มาซีโดเนีย, มาราฐี, มาลากาซี, มาลายาลัม, มาเลย์, ม้ง, ยิดดิช, ยูเครน, รัสเซีย, ละติน, ลักเซมเบิร์ก, ลัตเวีย, ลาว, ลิทัวเนีย, สวาฮิลี, สวีเดน, สิงหล, สินธี, สเปน, สโลวัก, สโลวีเนีย, อังกฤษ, อัมฮาริก, อาร์เซอร์ไบจัน, อาร์เมเนีย, อาหรับ, อิกโบ, อิตาลี, อุยกูร์, อุสเบกิสถาน, อูรดู, ฮังการี, ฮัวซา, ฮาวาย, ฮินดี, ฮีบรู, เกลิกสกอต, เกาหลี, เขมร, เคิร์ด, เช็ก, เซอร์เบียน, เซโซโท, เดนมาร์ก, เตลูกู, เติร์กเมน, เนปาล, เบงกอล, เบลารุส, เปอร์เซีย, เมารี, เมียนมา (พม่า), เยอรมัน, เวลส์, เวียดนาม, เอสเปอแรนโต, เอสโทเนีย, เฮติครีโอล, แอฟริกา, แอลเบเนีย, โคซา, โครเอเชีย, โชนา, โซมาลี, โปรตุเกส, โปแลนด์, โยรูบา, โรมาเนีย, โอเดีย (โอริยา), ไทย, ไอซ์แลนด์, ไอร์แลนด์, การแปลภาษา.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: